Skip to main content

Harapan untuk Negeri

Harapan untuk Negeri
Oleh M. Rahayu

Setahun telah berlalu
Pendidikan  masih meradang
Merintih dan menangis
Karena pandemi melanda negeri
Belum sampai batas akhir

Belajar daring 
Menjadi tren masa kini
Yang harus diikuti
Karena situasi dan kondisi

Gedung sekolah yang megah
Kini menjadi gelisah
Karena tak lagi meriah
Salam sapa dan canda tawa 
Guru dengan siswa
Telah sirna

Ruang kelas 
Tampak kotor nan usang
Bangku dan kursi 
Tak lagi tertata rapi
Debu sebagai hiasan ruang

Sampai kapan pandemi 
Melanda negeri
Pendidikan dikebiri
Segala aktivitas dibatasi
Demi protokol kesehatan ini

Ayolah, 
Jangan biarkan 
Pendidikan meratap dalam kefakuman
Dihimpit prosedur dan peraturan

Ingatlah,
Perjuangan mengisi kemerdekaan 
Baru setengah jalan
Langkah masih panjang

Kemerdekaan ini
Bukanlah tanda 
Untuk berhenti berjuang
Namun berjuang lebih kencang

Bumi Pertiwi ini
Masih menanti 
Uluran tangan
Pemikir cerdas dan pintar

Sragen, 13 Agustus 2020

Comments

Popular posts from this blog

Puisi "Maafkan Aku"

Maafkan Aku Karya: M. Rahayu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku belum mampu  Menjadi pena hitam Dalam lembaran hidupmu Mengukir kebahagiaan Menghadirkan senyum di wajahmu Apalagi tawa di bibirmu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku  hanya pena merah Selalu membuatmu marah Memberi goresan luka Rasa sakit yang menghimpit Perih mengiris hati Di sepanjang hidupmu Maafkan aku, Segala daya upaya Sudah ku coba Untuk memahamkan diri Agar aku mengerti Sebagai diri yang berarti Dan menjadi yang kau ingin Sragen, 22 Juni 2020

Purnama

Purnama Senja mulai beranjak pergi Menyelinap di balik gelapnya malam  Aku beranjak dari tempat duduk Melangkahkan kaki Menuju pintu jendela Perlahan ku buka pintu  Hembusan angin malam Langsung menyeruak masuk Mulai menyapa kulit Dan membelai rambutku  Yang mengurai di bahu Sesekali ku gosokkan kedua tangan Untuk mengusir dingin yang kian mengusik Aku berdiri menatap langit Menanti hadirnya sang rembulan  Di malam bulan purnama Untuk mengurai kegelapan Yang menyelimuti hati Aku terus menghitung waktu Hingga malam semakin larut Namun rembulan tak jua datang Masih enggan menyinari bumi Sragen, 6 Okt 22  

Gelisah

Gelisah M. Rahayu Hidup dalam pusaran gelisah Kecemasan dan kekhawatiran Mengusik ketenangan hati Seakan tak ada lagi tempat bersandar Tumpuan dan pegangan hidup  telah patah Saat hidup dalam belenggu Kebebasan dikebiri Bagai burung dalam sangkar besi Riuh berita kematian Berkumandang di masjid-masjid Bertebaran di media sosial dan grup Suara sirine ambulan mengiang di telinga Menyiutkan nyali yang mendengar Kematian seolah di ujung penantian Bisa datang kapan saja Tanpa memilih waktu dan tempat Tanpa memandang batas usia Sragen, 8 Juli 2021