Skip to main content

Aku Manusia Biasa

Aku Manusia Biasa
Oleh M. Rahayu
Aku manusia biasa
Sering mengulang kesalahan yang sama
Tidak semulia pakaianku
Akhlakku masih buruk 
Ilmu hanya selebar daun kelor 
Hati masih dipenuhi sarang penyakit

Aku manusia biasa
Jauh dari sempurna
Hidup bergelimang dosa
Meski postinganku berisi dakwah
Suka memberi petuah
Namun tak sebaik yang ku unggah

Aku manusia biasa
Dengan segala kekurangan Sering kufur nikmat 
Kebaikan hanya bagian dari liku perjuanganku
Untuk melangkah di jalan ridha Illah

Kebaikan yang tampak olehmu
Karena keburukan yang masih tertutup olehmu 
Mungkin aku lebih buruk dari prasangkamu

Aku manusia biasa 
Yang hanya berusaha menjadi baik
Mengejar ampunan-Nya
Mengemis Syafa'at Nabi-Nya
Sragen, 3 Desember 2020

Comments

Popular posts from this blog

Puisi "Maafkan Aku"

Maafkan Aku Karya: M. Rahayu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku belum mampu  Menjadi pena hitam Dalam lembaran hidupmu Mengukir kebahagiaan Menghadirkan senyum di wajahmu Apalagi tawa di bibirmu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku  hanya pena merah Selalu membuatmu marah Memberi goresan luka Rasa sakit yang menghimpit Perih mengiris hati Di sepanjang hidupmu Maafkan aku, Segala daya upaya Sudah ku coba Untuk memahamkan diri Agar aku mengerti Sebagai diri yang berarti Dan menjadi yang kau ingin Sragen, 22 Juni 2020

Purnama

Purnama Senja mulai beranjak pergi Menyelinap di balik gelapnya malam  Aku beranjak dari tempat duduk Melangkahkan kaki Menuju pintu jendela Perlahan ku buka pintu  Hembusan angin malam Langsung menyeruak masuk Mulai menyapa kulit Dan membelai rambutku  Yang mengurai di bahu Sesekali ku gosokkan kedua tangan Untuk mengusir dingin yang kian mengusik Aku berdiri menatap langit Menanti hadirnya sang rembulan  Di malam bulan purnama Untuk mengurai kegelapan Yang menyelimuti hati Aku terus menghitung waktu Hingga malam semakin larut Namun rembulan tak jua datang Masih enggan menyinari bumi Sragen, 6 Okt 22  

Gelisah

Gelisah M. Rahayu Hidup dalam pusaran gelisah Kecemasan dan kekhawatiran Mengusik ketenangan hati Seakan tak ada lagi tempat bersandar Tumpuan dan pegangan hidup  telah patah Saat hidup dalam belenggu Kebebasan dikebiri Bagai burung dalam sangkar besi Riuh berita kematian Berkumandang di masjid-masjid Bertebaran di media sosial dan grup Suara sirine ambulan mengiang di telinga Menyiutkan nyali yang mendengar Kematian seolah di ujung penantian Bisa datang kapan saja Tanpa memilih waktu dan tempat Tanpa memandang batas usia Sragen, 8 Juli 2021