Skip to main content

Sebelum Terlambat


Sebelum Terlambat
M. Rahayu
Di saat kau berharap
Yang tak kau dekap
Menanti yang tak  kau miliki

Bagai malam dingin 
Menanti terbitnya matahari
Di saat matahari bersinar Mengeluh kepanasan
Dan berharap hujan 
Di kala musim kemarau

Bila rasa syukur
Tak tersemat dalam dirimu
Dan menghargai milik sendiri
Baru kau akan tahu
Rindu terberatmu  

Di saat orang paling kau sayangi 
Paling bermakna dalam hidupmu
Telah tiada 
Pergi jauh darimu

Jangan sia-siakan waktu
Sebelum semua pergi
Meninggalkan kenangan pilu

Sebelum penyesalan datang
Hadir dalam hidupmu 
Karena semuanya sudah terlambat

Sekedar meminta maaf 
Tak mungkin di dapat
Saat di depan mata
Yang tersisa batu nisan

Meski tangis airmata bercucuran
Tak akan membuatnya kembali
Sragen, 8 Februari 2021






 







Comments

Popular posts from this blog

Puisi "Maafkan Aku"

Maafkan Aku Karya: M. Rahayu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku belum mampu  Menjadi pena hitam Dalam lembaran hidupmu Mengukir kebahagiaan Menghadirkan senyum di wajahmu Apalagi tawa di bibirmu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku  hanya pena merah Selalu membuatmu marah Memberi goresan luka Rasa sakit yang menghimpit Perih mengiris hati Di sepanjang hidupmu Maafkan aku, Segala daya upaya Sudah ku coba Untuk memahamkan diri Agar aku mengerti Sebagai diri yang berarti Dan menjadi yang kau ingin Sragen, 22 Juni 2020

Purnama

Purnama Senja mulai beranjak pergi Menyelinap di balik gelapnya malam  Aku beranjak dari tempat duduk Melangkahkan kaki Menuju pintu jendela Perlahan ku buka pintu  Hembusan angin malam Langsung menyeruak masuk Mulai menyapa kulit Dan membelai rambutku  Yang mengurai di bahu Sesekali ku gosokkan kedua tangan Untuk mengusir dingin yang kian mengusik Aku berdiri menatap langit Menanti hadirnya sang rembulan  Di malam bulan purnama Untuk mengurai kegelapan Yang menyelimuti hati Aku terus menghitung waktu Hingga malam semakin larut Namun rembulan tak jua datang Masih enggan menyinari bumi Sragen, 6 Okt 22  

Gelisah

Gelisah M. Rahayu Hidup dalam pusaran gelisah Kecemasan dan kekhawatiran Mengusik ketenangan hati Seakan tak ada lagi tempat bersandar Tumpuan dan pegangan hidup  telah patah Saat hidup dalam belenggu Kebebasan dikebiri Bagai burung dalam sangkar besi Riuh berita kematian Berkumandang di masjid-masjid Bertebaran di media sosial dan grup Suara sirine ambulan mengiang di telinga Menyiutkan nyali yang mendengar Kematian seolah di ujung penantian Bisa datang kapan saja Tanpa memilih waktu dan tempat Tanpa memandang batas usia Sragen, 8 Juli 2021