Skip to main content

Tak Ingin Menua

Tak Ingin Menua
M. Rahayu
Menua itu pasti 
Hukum alam atas seluruh makhluk
Di muka bumi
Tak ada yang mampu Menolak dan menunda
Apalagi mengingkarinya

Namun sebagian orang
Di seluruh penjuru dunia
Menguatkan hasrat di hati
Untuk menghambat laju usia
Menambah jeda masa muda
Menunda menjadi tua

Tetapi semua itu
Hanyalah sia-sia
Waktu tetap menggelinding 
Sesuai hukum alam
Tak peduli 
Yang diinginkan orang 
Siap mengikis usia
Dari muda menjadi tua

Meski segala upaya dicoba 
Menyembunyikan guratan  tua
Dengan riasan make up di muka
Seolah tak ingin kehilangan masa muda  Dan menahan laju usia

Tanpa disadari
Harapan telah sirna  Meratapi lajunya usia
Karena menua nyata adanya
Sragen, 11 Mei 2021

Comments

Popular posts from this blog

Puisi "Maafkan Aku"

Maafkan Aku Karya: M. Rahayu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku belum mampu  Menjadi pena hitam Dalam lembaran hidupmu Mengukir kebahagiaan Menghadirkan senyum di wajahmu Apalagi tawa di bibirmu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku  hanya pena merah Selalu membuatmu marah Memberi goresan luka Rasa sakit yang menghimpit Perih mengiris hati Di sepanjang hidupmu Maafkan aku, Segala daya upaya Sudah ku coba Untuk memahamkan diri Agar aku mengerti Sebagai diri yang berarti Dan menjadi yang kau ingin Sragen, 22 Juni 2020

Purnama

Purnama Senja mulai beranjak pergi Menyelinap di balik gelapnya malam  Aku beranjak dari tempat duduk Melangkahkan kaki Menuju pintu jendela Perlahan ku buka pintu  Hembusan angin malam Langsung menyeruak masuk Mulai menyapa kulit Dan membelai rambutku  Yang mengurai di bahu Sesekali ku gosokkan kedua tangan Untuk mengusir dingin yang kian mengusik Aku berdiri menatap langit Menanti hadirnya sang rembulan  Di malam bulan purnama Untuk mengurai kegelapan Yang menyelimuti hati Aku terus menghitung waktu Hingga malam semakin larut Namun rembulan tak jua datang Masih enggan menyinari bumi Sragen, 6 Okt 22  

Gelisah

Gelisah M. Rahayu Hidup dalam pusaran gelisah Kecemasan dan kekhawatiran Mengusik ketenangan hati Seakan tak ada lagi tempat bersandar Tumpuan dan pegangan hidup  telah patah Saat hidup dalam belenggu Kebebasan dikebiri Bagai burung dalam sangkar besi Riuh berita kematian Berkumandang di masjid-masjid Bertebaran di media sosial dan grup Suara sirine ambulan mengiang di telinga Menyiutkan nyali yang mendengar Kematian seolah di ujung penantian Bisa datang kapan saja Tanpa memilih waktu dan tempat Tanpa memandang batas usia Sragen, 8 Juli 2021