Skip to main content

Mama


Oh, Mama
Meski kau laksana ratu tanpa mahkota
Ada surga di telapak kakimu
Tanpa ridhamu
Tak ada ridha dari-Nya

Jasa tiada tara
Kasih sepanjang masa
Tanpa mengharap imbalan
Dan balasan

Oh, Mama
Maafkan anakmu
Kadang hatimu terluka
Bahkan berurai airmata
Dari lisan yang tak mampu ku jaga

Namun di hatimu masih menyimpan 
Lautan kasih dan sayang
Yang tak terbilang

Kini,
Terlihat guratan keriput di kulit
Rambut memutih 
Tulang pun rapuh 
Tak mampu menyangga tubuh 

Oh, Mama
Maafkan anakmu
Di usiamu yang senja
Tak mampu membalasmu apa-apa

Jangankan harta,
Rasa bahagia di hati
Senyum ceria di bibir
Belum mampu ku sematkan

Sragen, 5 Maret 2022






Comments

Popular posts from this blog

Puisi "Maafkan Aku"

Maafkan Aku Karya: M. Rahayu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku belum mampu  Menjadi pena hitam Dalam lembaran hidupmu Mengukir kebahagiaan Menghadirkan senyum di wajahmu Apalagi tawa di bibirmu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku  hanya pena merah Selalu membuatmu marah Memberi goresan luka Rasa sakit yang menghimpit Perih mengiris hati Di sepanjang hidupmu Maafkan aku, Segala daya upaya Sudah ku coba Untuk memahamkan diri Agar aku mengerti Sebagai diri yang berarti Dan menjadi yang kau ingin Sragen, 22 Juni 2020

Purnama

Purnama Senja mulai beranjak pergi Menyelinap di balik gelapnya malam  Aku beranjak dari tempat duduk Melangkahkan kaki Menuju pintu jendela Perlahan ku buka pintu  Hembusan angin malam Langsung menyeruak masuk Mulai menyapa kulit Dan membelai rambutku  Yang mengurai di bahu Sesekali ku gosokkan kedua tangan Untuk mengusir dingin yang kian mengusik Aku berdiri menatap langit Menanti hadirnya sang rembulan  Di malam bulan purnama Untuk mengurai kegelapan Yang menyelimuti hati Aku terus menghitung waktu Hingga malam semakin larut Namun rembulan tak jua datang Masih enggan menyinari bumi Sragen, 6 Okt 22  

Gelisah

Gelisah M. Rahayu Hidup dalam pusaran gelisah Kecemasan dan kekhawatiran Mengusik ketenangan hati Seakan tak ada lagi tempat bersandar Tumpuan dan pegangan hidup  telah patah Saat hidup dalam belenggu Kebebasan dikebiri Bagai burung dalam sangkar besi Riuh berita kematian Berkumandang di masjid-masjid Bertebaran di media sosial dan grup Suara sirine ambulan mengiang di telinga Menyiutkan nyali yang mendengar Kematian seolah di ujung penantian Bisa datang kapan saja Tanpa memilih waktu dan tempat Tanpa memandang batas usia Sragen, 8 Juli 2021