Skip to main content

Mati Rasa

Mati Rasa
Saat hati berhenti berharap
Menutup semua pintu 
Dari segala rasa 
Marah benci kecewa

Memilih bibir tetap diam 
Saat semua orang 
Di sekeliling tertawa

Hati menjadi biasa 
Ketika orang lain
Sibuk berbagi luka
Riuh di dunia nyata
Dan di dunia maya

Memilih menarik diri 
dari hiruk-pikuk dunia
Dan menikmati kesendirian
Dalam kesunyian

Mencoba menghibur diri
Mengingat kenangan bahagia Yang pernah menyapa 
Namun rasanya biasa saja

Megingat kembali masa suram 
Yang tak lagi menyakitkan

Mengingat dia yang pernah menyakiti
Namun tak lagi membenci

Hati seolah terbungkus rapat 
Oleh kata pasrah dan terserah
Menikmati hidup dengan cara sendiri

Tidak lagi peduli kata orang 
Karena semua hanya tentang diri sendiri
Sragen, 17 Mei 2022

Comments

Popular posts from this blog

Puisi "Maafkan Aku"

Maafkan Aku Karya: M. Rahayu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku belum mampu  Menjadi pena hitam Dalam lembaran hidupmu Mengukir kebahagiaan Menghadirkan senyum di wajahmu Apalagi tawa di bibirmu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku  hanya pena merah Selalu membuatmu marah Memberi goresan luka Rasa sakit yang menghimpit Perih mengiris hati Di sepanjang hidupmu Maafkan aku, Segala daya upaya Sudah ku coba Untuk memahamkan diri Agar aku mengerti Sebagai diri yang berarti Dan menjadi yang kau ingin Sragen, 22 Juni 2020

Purnama

Purnama Senja mulai beranjak pergi Menyelinap di balik gelapnya malam  Aku beranjak dari tempat duduk Melangkahkan kaki Menuju pintu jendela Perlahan ku buka pintu  Hembusan angin malam Langsung menyeruak masuk Mulai menyapa kulit Dan membelai rambutku  Yang mengurai di bahu Sesekali ku gosokkan kedua tangan Untuk mengusir dingin yang kian mengusik Aku berdiri menatap langit Menanti hadirnya sang rembulan  Di malam bulan purnama Untuk mengurai kegelapan Yang menyelimuti hati Aku terus menghitung waktu Hingga malam semakin larut Namun rembulan tak jua datang Masih enggan menyinari bumi Sragen, 6 Okt 22  

Gelisah

Gelisah M. Rahayu Hidup dalam pusaran gelisah Kecemasan dan kekhawatiran Mengusik ketenangan hati Seakan tak ada lagi tempat bersandar Tumpuan dan pegangan hidup  telah patah Saat hidup dalam belenggu Kebebasan dikebiri Bagai burung dalam sangkar besi Riuh berita kematian Berkumandang di masjid-masjid Bertebaran di media sosial dan grup Suara sirine ambulan mengiang di telinga Menyiutkan nyali yang mendengar Kematian seolah di ujung penantian Bisa datang kapan saja Tanpa memilih waktu dan tempat Tanpa memandang batas usia Sragen, 8 Juli 2021