Skip to main content

Misteri

Meski sudah lama
Aku mengenal dirimu
Entah mengapa
Masih sulit untuk memahami mu

Kau seperti lembaran 
Dalam sebuah buku
Yang masih sulit untuk aku buka

Setiap kali belum selesai 
Aku membaca buku itu 
Dalam satu babak
Lalu sudah muncul lagi babak yang baru

Meski aku sudah memutar otakku
Untuk mengerti dirimu
Aku juga belum mampu
Memahami siapa engkau

Kini,
Aku seperti melangkah dalam kegelapan
Tanpa diterangi pelita sedikitpun
Semua hal tampak tak jelas

Apakah mata ini begitu rabun untuk melihat segalanya
Atau mahir nya dirimu
Dalam menyimpan rahasia

Sehingga semua masih menjadi misteri
Yang tak bisa aku pecahkan 
Sragen, Oktober 22

Comments

Popular posts from this blog

Puisi "Maafkan Aku"

Maafkan Aku Karya: M. Rahayu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku belum mampu  Menjadi pena hitam Dalam lembaran hidupmu Mengukir kebahagiaan Menghadirkan senyum di wajahmu Apalagi tawa di bibirmu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku  hanya pena merah Selalu membuatmu marah Memberi goresan luka Rasa sakit yang menghimpit Perih mengiris hati Di sepanjang hidupmu Maafkan aku, Segala daya upaya Sudah ku coba Untuk memahamkan diri Agar aku mengerti Sebagai diri yang berarti Dan menjadi yang kau ingin Sragen, 22 Juni 2020

Purnama

Purnama Senja mulai beranjak pergi Menyelinap di balik gelapnya malam  Aku beranjak dari tempat duduk Melangkahkan kaki Menuju pintu jendela Perlahan ku buka pintu  Hembusan angin malam Langsung menyeruak masuk Mulai menyapa kulit Dan membelai rambutku  Yang mengurai di bahu Sesekali ku gosokkan kedua tangan Untuk mengusir dingin yang kian mengusik Aku berdiri menatap langit Menanti hadirnya sang rembulan  Di malam bulan purnama Untuk mengurai kegelapan Yang menyelimuti hati Aku terus menghitung waktu Hingga malam semakin larut Namun rembulan tak jua datang Masih enggan menyinari bumi Sragen, 6 Okt 22  

Gelisah

Gelisah M. Rahayu Hidup dalam pusaran gelisah Kecemasan dan kekhawatiran Mengusik ketenangan hati Seakan tak ada lagi tempat bersandar Tumpuan dan pegangan hidup  telah patah Saat hidup dalam belenggu Kebebasan dikebiri Bagai burung dalam sangkar besi Riuh berita kematian Berkumandang di masjid-masjid Bertebaran di media sosial dan grup Suara sirine ambulan mengiang di telinga Menyiutkan nyali yang mendengar Kematian seolah di ujung penantian Bisa datang kapan saja Tanpa memilih waktu dan tempat Tanpa memandang batas usia Sragen, 8 Juli 2021