Skip to main content

Belum Berakhir

Belum Berakhir

Meski pandemi telah pergi 
Jejakmu tak pernah berlalu
Kehadiranmu mengubah 
Seluruh sisi kehidupan
Menyentak semua kalangan
Manusia yang terpapar
Jiwa-jiwa yang tumbang
Tak peduli belia atau senja
Bak deret hitung yang tak berhenti
Roda ekonomi seolah berhenti

Saat derita masih tersisa
Jiwa-jiwa kembali resah
Mimpi buruk menghantui
Polusi udara sebagai biangnya
Ketika langit kota
Tak lagi berwarna biru
Berselimut awan pekat 
Asap merayap di jalanan 
Menghalangi Jarak pandang 
Menyusup di sela-sela fentilasi udara
Rumah-rumah warga Gedung-gedung pencakar langit
Dan penyakit mulai menjangkit
Memenuhi rumah sakit

25 Sept 23











Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Puisi "Maafkan Aku"

Maafkan Aku Karya: M. Rahayu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku belum mampu  Menjadi pena hitam Dalam lembaran hidupmu Mengukir kebahagiaan Menghadirkan senyum di wajahmu Apalagi tawa di bibirmu Maafkan aku, Selama bersamamu Aku  hanya pena merah Selalu membuatmu marah Memberi goresan luka Rasa sakit yang menghimpit Perih mengiris hati Di sepanjang hidupmu Maafkan aku, Segala daya upaya Sudah ku coba Untuk memahamkan diri Agar aku mengerti Sebagai diri yang berarti Dan menjadi yang kau ingin Sragen, 22 Juni 2020
Post a Comment
Read more

Purnama

Purnama Senja mulai beranjak pergi Menyelinap di balik gelapnya malam  Aku beranjak dari tempat duduk Melangkahkan kaki Menuju pintu jendela Perlahan ku buka pintu  Hembusan angin malam Langsung menyeruak masuk Mulai menyapa kulit Dan membelai rambutku  Yang mengurai di bahu Sesekali ku gosokkan kedua tangan Untuk mengusir dingin yang kian mengusik Aku berdiri menatap langit Menanti hadirnya sang rembulan  Di malam bulan purnama Untuk mengurai kegelapan Yang menyelimuti hati Aku terus menghitung waktu Hingga malam semakin larut Namun rembulan tak jua datang Masih enggan menyinari bumi Sragen, 6 Okt 22  
Post a Comment
Read more

Gelisah

Gelisah M. Rahayu Hidup dalam pusaran gelisah Kecemasan dan kekhawatiran Mengusik ketenangan hati Seakan tak ada lagi tempat bersandar Tumpuan dan pegangan hidup  telah patah Saat hidup dalam belenggu Kebebasan dikebiri Bagai burung dalam sangkar besi Riuh berita kematian Berkumandang di masjid-masjid Bertebaran di media sosial dan grup Suara sirine ambulan mengiang di telinga Menyiutkan nyali yang mendengar Kematian seolah di ujung penantian Bisa datang kapan saja Tanpa memilih waktu dan tempat Tanpa memandang batas usia Sragen, 8 Juli 2021
Post a Comment
Read more